Beranda | Artikel
jihad Dan Idzin Orang Tua
Sabtu, 23 Februari 2013

JIHAD DAN IDZIN ORANG TUA[1]

Jihad termasuk amalan syar’i yang sangat menjanjikan masuk surga. Tapi janganlah kita lupa bahwa syarat dan ketentuan tetap berlaku.  Bagi orang yang tidak terkena fardhu ‘ain untuk berjihad, maka dia harus mendapatkan idzin dari orang tuanya jika mereka masih hidup. Berikut kami bawakan fatwa para Ulama’ tentang hal itu.

Soal : Saya mohon penjelasan tentang jihad di jalan Allah Azza wa Jalla . Perlu diketahui bahwa saya adalah anak tertua, ayahku sudah meninggal dunia, ibu masih hidup dan saya punya istri dan anak-anak. Saya sudah minta persetujuan dari ibu untuk berjihad, namun beliau tidak menyetujuinya. Bolehkah saya tetap berjihad?

 Jawab : Jihad termasuk amalan yang paling afdhal, begitu juga berbakti kepada kedua orang tua. Jika ada orang yang hendak berangkat melakukan jihad yang syar’i, maka hendaknya minta idzin kepada kedua orang tuanya. Jika keduanya mengidzinkan, dia bisa berangkat. Jika tidak, maka dia tidak bisa berangkat. Dia harus tetap mentaati mereka. Karena mentaati mereka atau salah satu dari keduanya termasuk jihad. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu. Dia Radhiyallahu anhu bercerita :

سَأَلْتُ النَّبِيَّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي

Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Amalan apakah yang paling dicintai Allah ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Shalat tepat pada waktunya.” Saya bertanya lagi : “Kemudian apa ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi : “Kemudian apa lagi ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Berjihad di jalan Allah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hal itu kepadaku, seandainya saya bertanya lagi tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menambahkan (jawabannya) lagi. [HR al-Bukhâri dan Muslim][2]

Dan diriwayatkan dari `Abdullâh bin `Amr Radhiyallahu anhu, dia berkata :

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ  

Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu dia minta idzin ikut berjihad. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepadanya-pent) : “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab : “Ya.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Berjihadlah di sisi keduanya!”

Diriwayatkan oleh al-Bukhâri, an-Nasâ’i, Abu Dâwud, dan at-Tirmidzi dan selanjutnya beliau rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini shahîh[3]

Dalam riwayat lain diceritakan: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata : “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! aku datang dan ingin berjihad bersamamu. Aku datang ke sini sementara kedua orang tuaku menangisi.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kembalilah kepada keduanya. Buatlah mereka tertawa sebagaimana engkau telah membuat mereka menangis !” [HR Ahmad, Abu Dâwud dan Ibnu Mâjah]

Abu Sa’îd al Khudri Radhiyallahu anhu menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang berhijrah dari Yaman menuju Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya : “Apakah engkau masih memiliki keluarga di Yaman ?” Orang itu menjawab : “Kedua orang tuaku.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi : “Apakah kedua orang tuamu telah memberikan idzin kepadamu ?” Lelaki itu menjawab : “Tidak.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Kembalilah kepada keduanya. Mintalah idzin kepada mereka ! Jika mereka memberikan idzin kepadamu, maka berjihadlah! Jika tidak, maka berbaktilah kepada keduanya !” [HR Abu Dâwud]

Mu’âwiyah bin Jâhimah as-Sulami Radhiyallahu anhu menceritakan bahwa dia datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan :

يَا رَسُوْلَ اللَّهِ أَرَدْتُ الْغَزْوَ وَجِئْتُكَ أَسْتَشِيْرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ قَالَ نَعَمْ فَقَالَ الْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ عِنْدَ رِجْلَيْهَا

“Wahai Rasulullâh, saya ingin ikut berperang dan saya datang kepadamu untuk minta petunjukmu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya : ‘Apakah engkau memiliki ibu?’ Jâhimah x menjawab : ‘Ya.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Berbaktilah kepadanya, karena sesungguhnya surga itu ada di kedua kakinya.’ [HR Ahmad dan an-Nasâ’i]

Semua dalil-dalil di atas dan dalil lain yang semakna dengannya, berlaku pada orang yang tidak terkena fardhu ‘ain untuk berjihad. Jika dia terkena fardhu ‘ain, maka dia telah berbuat maksiat jika meninggalkan jihad itu, dan tidak ada kewajiban taat kepada makhluk dalam hal berbuat maksiat kepada Allah Azza wa Jalla . Di antara yang terkena fardhu ‘ain untuk berjihad yaitu orang yang telah berada dalam barisan tempur atau dia termasuk orang yang diperintahkan oleh penguasa Muslim untuk berjihad.

 وَبِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ`

Ketua : Syaikh `Abdul Azîz bin `Abdullâh bin Bâz
Wakil : Syaikh `Abdurrazâq Afîfy
Anggota : Syaikh `Abdullâh Ghadyân dan Syaikh `Abdullâh bin Qu’ûd

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII/1430H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Fatâwa al-Lajnatid Dâimah Lîl Buhûtsil Ilmiyah Wal Iftâ’ 12/15-18
[2] Dikeluarkan oleh Ahmad 1/409-410, 418, 421, 439, 444, 448, 451; al-Bukhâri, 1/134, 3/200, 7/69, 8/212; Muslim, 1/89-90, no. 85; at-Tirmidzi, 1/326, 4/310, no. 173 dan 1898; an-Nasâ’i, 1/292-293, no. 610; ad-Dâruquthni, 1/246; `Abdurrazâq, 11/190, no. 20295; Ibnu Hibbân, no. 1473-1479; Abu ‘Awânah, 1/63-64; al-Hâkim, 1/188, 189 dan al-Baihaqi, 2/215
[3] Dibawakan oleh Ahmad, 2/165, 188, 193, 197, 221; al-Bukhâri, 4/18, 7/69; Muslim, 4/1975, no. 2549; Abu Dâwud, 3/38, no. 2528; at-Tirmidzi, 4/191-192, no. 1671; an-Nasâ’i, 6/10, no. 3103; `Abdurrazâq, 5/175, no. 9284; Ibnu Hibbân, 2/22, 164, no. 318, 420; al-Baihaqi, 9/25; al-Baghawi, 10/377, no. 2638


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3529-wasiat-perpisahan-2.html